"SCM yang sejatinya berfungsi utama untuk menekan cost operasi dengan seni akhirnya menjadi fungsi yang “mbuh piye carane” biaya investasi harus kembali." - @pararamparam
Seperti saat kita memasak telur mata sapi. Bisa jadi kita ingin telur
kita setengah matang, atau bisa juga kita tidak tahu kalau telur yang kita
masak masih setengah matang. Bagian kuning telur tampak sudah matang dari luar,
tetapi ketika kita buka ternyata masih setengah matang.
Melanjutkan tulisan sebelumnya (part. 1), rasanya kurang bijaksana
kalau saya hanya menghakimi SCM Hulu Migas masih setengah matang. Ada sedikit visi
atau tepatnya harapan yang saya tulis di pengujung, tapi rasanya saya perlu
kupas lagi apa yang terjadi di dalamnya. Kali ini saya akan coba membagikan apa yang
saya ketahui tentang SCM Hulu Migas dan mengapa bisa muncul keadaan setengah
matang berdasarkan pengalaman yang sedang saya alami dan diskusi dengan
beberapa relasi.
Pertama kita perlu tahu proses bisnis yang terjadi di Industri Hulu
Migas.
Industri Hulu Migas lingkupnya dari eksplorasi sampai menjual minyak
mentah. Bagaimana cara pengusaha berinvestasi di Industri ini adalah hal yang
membedakan industry ini dengan Industri pada umumnya, apalagi manufaktur.
Penanam modal (pemilik bisnis) harus berkontrak dengan Negara (diwakili oleh
SKK Migas) untuk dapat memulai kegiatan eksplorasi di Indonesia. Dalam Kontrak
tertulis Negara akan meminjamkan Blok (wilayah) tertentu menjadi area kerja
investor (Total, Chevron, Conocoophilis, Petronas, Pertamina ep, dll). Itulah mengapa Investor disebut KKKS (Kontraktor
Kontrak Kerja Sama). Semua biaya investasi awal wajib didanai oleh KKKS, hanya
jika minyak berhasil ditemukan dan dikomersialkan, maka biaya investasi yang
dikeluarkan KKKS akan diganti oleh Negara dalam bentuk minyak dan hasil
penjualan minyak dibagi bersama. Tapi, Jika tidak ditemukan minyak pada area
kerja yang disewa, atau ditemukan minyak tetapi tidak bisa dikomersilkan, maka
biaya investasi menjadi beban KKKS. Luar biasa cerdik kan Negara kita, mau
untung tapi ga mau resiko.
Kuncinya adalah penggantian biaya investasi.
Sekali lagi betapa cerdiknya Negara kita, sudah mau untung, Negara
juga tidak mau biaya investasi awal yang dikeluarkan oleh KKKS terlalu besar.
Maka Negara campur tangan dalam mengatur proses pengadaan dan manajemen asset yang
dilakukan oleh KKKS. Intinya supaya Investasi awal bisa dihemat dan jika harus
mengganti di belakang, beban Negara tidak terlalu berat. Campur tangan Negara di
lakukan dengan adanya Regulasi.
Regulasi Pemenerintah.
Kita tahu bahwa pengadaan dan manajemen asset adalah bagian dari SCM.
Dan perlu kita semua tahu Regulasi yang muncul untuk mengatur proses pengadaan
dan asset di KKKS itu sangat banyak, bahkan buruknya saling overlapping. Kementrian
ESDM, Perindustrian, Keuangan sampai dengan Presiden turut campur memunculkan
regulasi tanpa integrasi. Akibatnya pelaku SCM di KKKS seperti di sibukkan oleh
semua regulasi yang berlaku. Bahkan Pemerintah juga memaksakan beberapa
tatacara kerja instansi pemerintah kedalam KKKS. Pertanyaannya kemudian menjadi apa yang
terjadi jika tidak patuh ?
Sanksi ketika tidak patuh pada Regulasi adalah biaya Investasi yang
tidak dapat kembali.
Pemerintah dapat melakukan audit, dan membatalkan klaim atas biaya
investasi yang dikeluarkan KKKS apabila KKKS tidak mematuhi Regulasi Pemerintah
yang berlaku. Hal ini selain menyibukkan pelaku SCM pada Industri Hulu Migas untuk
patuh, juga membuat fungsi SCM Hulu Migas bergeser. SCM yang sejatinya
berfungsi utama untuk menekan cost operasi dengan seni akhirnya menjadi fungsi
yang “mbuh piye carane” biaya investasi harus kembali.
Pergeseran fungsi SCM ini bisa saja tidak disadari oleh para pelaku di
Industri Hulu Migas, bahkan termasuk instansi pemerintah yang seharusnya mampu mengaturnya.
Seperti saat kita memasak telur mata sapi, kita merasa sudah memasak dengan
cara yang benar, tetapi ketika kuning telur dibuka kita baru mengetahuinya.
Jadi jika saya tarik dengan satu kata maka beban pada SCM Hulu Migas
adalah Environment.
Jauh berbeda dengan SCM pada manufaktur dimana pemerintah tidak ikut
campur, SCM pada hulu migas hidup pada environment yang penuh dengan peraturan
dengan sanksi yang telak. Salah satu kasusnya adalah Bioremidiasi Chevron.
Saya Harap tulisan ini dapat dibaca oleh rekan-rekan pelaku SCM Industri
Hulu Migas. Syukur kalau ada rekan dari SKK Migas yang terinspirasi sehingga
suatu saat tiba-tiba membawa SCM Hulu Migas untuk bergerak ke level selanjutnya.
Dan untuk rekan-rekan SCM Industri Hulu Migas yang setuju, yuk mari.
Kita tidak harus selalu menunggu angin dari pemerintah.
@pararamparam
tebet - 2014
0 comments:
Posting Komentar