Bulog (buffer) vs PT Bulog

“Jangankan buffer stock, yang namanya stock (persediaan) itu saja sudah jadi biaya. Apalagi buffer stock, alias stock cadangan” - @paramamparam

SCM Hulu Migas : Masih Setengah Matang ?

"Kali ini saya melihat SCM Hulu Migas masih setengah matang jika dibandingkan dengan SCM pada manufacture dan matriks SCOR yang dikeluarkan oleh Supply Chain Council." @parararamparam

SCM : Mengapa Keberadannya Disebut Strategis

"Jangankan melihat nilai indikator departemen lain, terkadang mereka tidak mengerti nilai indikator yang harus dicapai di departemennya." @pararamparam

Kuliner Bogor : Gudeg Jogja Bu Ayu

Let’s say ini hybrid, tapi rasanya saya tetap suka. Bagian paling enak dari gudeg ini adalah gudegnya sendiri dan telornya.

Review Blibli.com

Prosesnya cukup standart, saya menjadi member, dan konfirmasi pembayaran yang sudah terintegrasi dengan akun bank secara online juga.

Jumat, 25 Juli 2014

Strategi Pengadaan dan SCM

Pada SCM pengadaan berada pada bagian hulu, atau bisa dikatakan sebagai rantai pertama. Bagaimana strategi pengadaan berpengaruh pada SCM adalah hal yang perlu kita analisa. Pada dasarnya pengadaan bertanggungjawab untuk memastikan raw material / parts yang dibutuhkan tiba tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kualitas dengan tetap memperhatikan nilai ekonomis. Untuk dapat mengetahui ekonomis atau tidak maka lihat pengaruh harga raw mats pada output proses. Trade off yang selalu terjadi pada proses pengadaan adalah antara harga vs quantity. Selalu.  Oleh karena itu bagaimana mendapatkan harga terbaik untuk mendukung operasi berjalan tanpa gangguan adalah pekerjaan yang tidak sederhana. Bukan sekedar jago nego, jago nawar seperti nawar di pasar. Setiap pelaku pengadaan harus mengerti keadaan pasar komoditas yang akan dibelanjakan (present & future). Ini adalah informasi wajib yang digunakan sebagai dasar negosiasi.  Ingat juga bahwa membangun relasi dengan vendor merupakan hal yang tidak boleh diremehkan. 
Berikut adalah beberapa strategi pengadaan yang saya peroleh dari mbah gugle.
  1. Spend analysis
  2. Collaborative procurement
  3. Procurement strategy and plan
  4. Category Management
  5. Supplier Relationship Management
  6. Supply/Value Chain Analysis
  7. Competition
  8. e-Procurement
  9. Standard Terms and Conditions of Contract
  10. Framework agreements
  11. Preferred supplier lists
  12. Sustainable procurement
Saran saya jangan terjebak pada teori strategi pengadaan, prosesnya sangat tergantung dimana dan untuk siapa kita melakukan pengadaan.  Jadilah kreatif. Kemudian aktif jalin komunikasi dengan bagian costing untuk memastikan apakah harga yang ditawarkan masih masuk dalam biaya operasi. Sebaiknya sebelum proses pengadaan dimulai, sudah dihitung harga maksimal yang akan menjadi patokan untuk deal dengan vendor. Sekedar tambahan proses pengadaan bagi bisnis swasta akan sangat berbeda dibandingkan dengan proses pada instansi yang bersinggungan dengan pemerintah (pns, bumn, bumd, sekolah, kontraktor kerja sama, dll).
Jadi jika ditarik hubungan dengan scm maka jelas terlihat pada proses pengadaan terdapat aliran uang, informasi, dan barang. Ketika departemen pengadaan bisa memberikan harga dan waktu pembayaran terbaik, maka pengadaan juga menyelamatkan cashflow bisnis selain menekan harga pokok produksi. Ketika informasi mengenai ketepatan waktu pengiriman, ketepatan lokasi pengiriman, ketepatan jumlah, ketepatan kualitas, dsb bisa diberikan dengan baik maka proses akan berjalan dengan lancer, terutama untuk system produksi yang Just In Time.

Peran SCM disini adalah mengolah informasi yang diperoleh dari proses pengadaan (past atau present), kemudian membandingkan dengan proses bisnis (present atau future), dan kemudian memberikan rekomendasi atau meminta bantuan kepada pengadaan untuk melakukan adjustment keadaan terbaik yang perlu ditampilkan oleh departemen pengadaan.

Minggu, 20 Juli 2014

Manufacture SCM & Manajeman Operasi

Dua title yang cukup menarik, karena keduanya terkesan mirip.  Persamaan dari keduanya setelah saya cari adalah keduanya memiliki semangat untuk reduce cost atau semangat efisiensi.
Perbedaannya adalah pada ruang lingkup, manajemen operasi berada pada area “didalam” pabrik, scm memiliki focus di “luar” pabrik.
Di luar maksudnya adalah mulai dari pengadaan, mengelola persediaan raw material, mengelola persediaan finish good, sampai dengan mengelola delivery kepada konsumen at the right time, right place, and right quality.
Di dalam maksudnya lebih kepada melakukan transformasi dari raw material menjadi finish good.
Bagaimana keduanya saling berhubungan tentunya menjadi suatu kunci untuk mendapatkan cost per item yang paling rendah tapi dengan tetap menjaga kepuasan konsumen.
Setelah mengetahui scm dan manajemen operasi secara umum, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengaplikasikan nya ke dalam bisnis.
Untuk memperoleh kinerja scm yang baik maka kita perlu mengetahui proses bisnis yang terjadi di mulai dari hulu sampai hilir. Dimulai dari pengadaan sampai dengan delivery kepada konsumen. Pada setiap titik terdapat banyak sekali tools yang dapat kita gunakan.  Salah satu buku yang lengkap dan dapat kita gunakan untuk melihat detail setiap tools yang ada di setiap titik adalah Operations Management yang ditulis oleh Jay Heizer dan Barry Render. Sebuah buku yang toolsnya applicable untuk kita gunakan dan mudah dipahami.
Saya ingin membagikan tools disetiap titik suatu saat nanti, tapi saya perlu waktu dan kesempatan untuk mendalami lebih banyak lagi. Beberapa hal yang masih saya ingat antara lain sebagai berikut.


Dan Lebih banyak lagi.

Kategori proses juga perlu kita kembangkan lebih lagi, untuk kali ini saya coba sampaikan yang masih dekat dengan area manajemen operasi. 
Di artikel berikutnya kita akan coba bahas paling tidak masing2 satu tools yang dapat kita gunakan dalam setiap titik proses. Dan tentu saja karena kita masih bicara mengenai SCM, setiap pembahasan akan coba kita hubungkan dengan aliran informasi, material, dan uang yang ada dilamnya.

@pararamparam

Tebet-2014

Kamis, 10 Juli 2014

SCM Hulu Migas : Masih Setengah Matang (part. 2)

"SCM yang sejatinya berfungsi utama untuk menekan cost operasi dengan seni akhirnya menjadi fungsi yang “mbuh piye carane” biaya investasi harus kembali." - @pararamparam

Seperti saat kita memasak telur mata sapi. Bisa jadi kita ingin telur kita setengah matang, atau bisa juga kita tidak tahu kalau telur yang kita masak masih setengah matang. Bagian kuning telur tampak sudah matang dari luar, tetapi ketika kita buka ternyata masih setengah matang.

Melanjutkan tulisan sebelumnya (part. 1), rasanya kurang bijaksana kalau saya hanya menghakimi SCM Hulu Migas masih setengah matang. Ada sedikit visi atau tepatnya harapan yang saya tulis di pengujung, tapi rasanya saya perlu kupas lagi apa yang terjadi di dalamnya.  Kali ini saya akan coba membagikan apa yang saya ketahui tentang SCM Hulu Migas dan mengapa bisa muncul keadaan setengah matang berdasarkan pengalaman yang sedang saya alami dan diskusi dengan beberapa relasi.

Pertama kita perlu tahu proses bisnis yang terjadi di Industri Hulu Migas.
Industri Hulu Migas lingkupnya dari eksplorasi sampai menjual minyak mentah. Bagaimana cara pengusaha berinvestasi di Industri ini adalah hal yang membedakan industry ini dengan Industri pada umumnya, apalagi manufaktur. Penanam modal (pemilik bisnis) harus berkontrak dengan Negara (diwakili oleh SKK Migas) untuk dapat memulai kegiatan eksplorasi di Indonesia. Dalam Kontrak tertulis Negara akan meminjamkan Blok (wilayah) tertentu menjadi area kerja investor (Total, Chevron, Conocoophilis, Petronas, Pertamina ep, dll).  Itulah mengapa Investor disebut KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Semua biaya investasi awal wajib didanai oleh KKKS, hanya jika minyak berhasil ditemukan dan dikomersialkan, maka biaya investasi yang dikeluarkan KKKS akan diganti oleh Negara dalam bentuk minyak dan hasil penjualan minyak dibagi bersama. Tapi, Jika tidak ditemukan minyak pada area kerja yang disewa, atau ditemukan minyak tetapi tidak bisa dikomersilkan, maka biaya investasi menjadi beban KKKS. Luar biasa cerdik kan Negara kita, mau untung tapi ga mau resiko.

Kuncinya adalah penggantian biaya investasi.
Sekali lagi betapa cerdiknya Negara kita, sudah mau untung, Negara juga tidak mau biaya investasi awal yang dikeluarkan oleh KKKS terlalu besar. Maka Negara campur tangan dalam mengatur proses pengadaan dan manajemen asset yang dilakukan oleh KKKS. Intinya supaya Investasi awal bisa dihemat dan jika harus mengganti di belakang, beban Negara tidak terlalu berat. Campur tangan Negara di lakukan dengan adanya Regulasi.

Regulasi Pemenerintah.
Kita tahu bahwa pengadaan dan manajemen asset adalah bagian dari SCM. Dan perlu kita semua tahu Regulasi yang muncul untuk mengatur proses pengadaan dan asset di KKKS itu sangat banyak, bahkan buruknya saling overlapping. Kementrian ESDM, Perindustrian, Keuangan sampai dengan Presiden turut campur memunculkan regulasi tanpa integrasi. Akibatnya pelaku SCM di KKKS seperti di sibukkan oleh semua regulasi yang berlaku. Bahkan Pemerintah juga memaksakan beberapa tatacara kerja instansi pemerintah kedalam KKKS.  Pertanyaannya kemudian menjadi apa yang terjadi jika tidak patuh ?

Sanksi ketika tidak patuh pada Regulasi adalah biaya Investasi yang tidak dapat kembali.
Pemerintah dapat melakukan audit, dan membatalkan klaim atas biaya investasi yang dikeluarkan KKKS apabila KKKS tidak mematuhi Regulasi Pemerintah yang berlaku. Hal ini selain menyibukkan pelaku SCM pada Industri Hulu Migas untuk patuh, juga membuat fungsi SCM Hulu Migas bergeser. SCM yang sejatinya berfungsi utama untuk menekan cost operasi dengan seni akhirnya menjadi fungsi yang “mbuh piye carane” biaya investasi harus kembali.

Pergeseran fungsi SCM ini bisa saja tidak disadari oleh para pelaku di Industri Hulu Migas, bahkan termasuk instansi pemerintah yang seharusnya mampu mengaturnya. Seperti saat kita memasak telur mata sapi, kita merasa sudah memasak dengan cara yang benar, tetapi ketika kuning telur dibuka kita baru mengetahuinya.

Jadi jika saya tarik dengan satu kata maka beban pada SCM Hulu Migas adalah Environment.
Jauh berbeda dengan SCM pada manufaktur dimana pemerintah tidak ikut campur, SCM pada hulu migas hidup pada environment yang penuh dengan peraturan dengan sanksi yang telak. Salah satu kasusnya adalah Bioremidiasi Chevron.
Saya Harap tulisan ini dapat dibaca oleh rekan-rekan pelaku SCM Industri Hulu Migas. Syukur kalau ada rekan dari SKK Migas yang terinspirasi sehingga suatu saat tiba-tiba membawa SCM Hulu Migas untuk  bergerak ke level selanjutnya.
Dan untuk rekan-rekan SCM Industri Hulu Migas yang setuju, yuk mari. Kita tidak harus selalu menunggu angin dari pemerintah.

@pararamparam


tebet - 2014

Rabu, 09 Juli 2014

SCM Hulu Migas : Masih Setengah Matang (part. 1)

"Kali ini saya melihat SCM Hulu Migas masih setengah matang jika dibandingkan dengan SCM pada manufacture dan matriks SCOR yang dikeluarkan oleh Supply Chain Council." @parararamparam
Supply Chain Council adalah organisasi international non profit (NGO) pada level worldwide yang anggotanya terdiri dari praktisi maupun professional.  Organisasi ini kemudian membuat sebuah tools yang menjadi standart dalam penilaian / pengukuran kinerja SCM. Tools ini disebut dengan Matriks SCOR (Supply Chain Operation Refference).

Baik, mari kita lihat apa yang dilakukan oleh manufacture. Pada dasarnya manufacture melakukan fungsi pengawasan SCM yang lebih dekat dengan Matriks SCOR. Berikut saya coba tunjukkan isi dari Matriks SCOR yang sederhana.

Dari table tersebut dapat kita lihat bahwa pengawasan performa SCM dilakukan dengan lebih menekankan pemenuhan kebutuhan konsumen secara prima dengan merekayasa proses bisnis sehingga diperoleh cost yang efisien.

Keadaan saat ini pada industri hulu migas (upstream), SCM memposisikan USER (engineer dan operation lainnya) sebagai konsumen mereka, sementara itu masih ada konsumen sebenarnya yang membeli Crude Oil. Keadaan ini juga tidak lepas dari pedoman yang dikeluarkan oleh pihak regulator pemerintah (SKK Migas) yang juga membentuk ruang lingkup SCM adalah mememnuhi kebutuhan Engineer dan User operation lainnya, bukan memenuhi Kebutuhan konsumen sebenarnya. Berikut Ilustrasi yang coba saya buat.


Jadi sebenarnya masih ada potensi untuk mengembangkan fungsi SCM pada industry hulu migas di Indonesia. Dengan menempatkan pembeli crude oil sebagai konsumen SCM maka SCM akan memiliki fungsi untuk memastikan delivery kebutuhan engineer, operation, dan konsumen crude oil sebaik baiknya, tetapi dengan tetap memperhatikan efisiensi biaya dalam prosesnya. Sehingga SCM hulu migas akan memiliki fungsi strategis sebagai tangan kanan direktur operation KKKS yang mampu mengawasi revenue dan cost dalam seluruh proses bisnis. Harapannya dengan fungsi yang lebih besar dan strategis ini, maka SCM akan mampu memberikan usulan dan terobosan dalam menjaga ataupun menekan cost per barel yang timbul dalam operasi hulu migas.

Yah barangkali suatu saat akan muncul buku ke 6 PTK 007 yang menjadi panduan untuk melebarkan ruanglingkup SCM KKKS pada hulu migas. Cheers !

note: lanjutan artikel di part. 2

@pararamparam


Tebet – 2014.

Selasa, 08 Juli 2014

Manufacture SCM : Tantangan Umum

"Mereka akan berdiskusi mengenai hal yang sifatnya visioner, project-project besar, deal-deal dengan nilai besar  sampai dengan jadwal interview. Lantas siapakah yang mengawasi performa SCM ? " @pararamparam

Pada artikel sebelumnya saya coba mengemukakan posisi SCM dalam sebuah unit bisnis, terutama mengapa SCM disebut sebagai pendekatan yang strategis. Kali ini saya akan berbagi pengalaman saya di manufacture dan cerita dari beberapa rekan mengenai proses supply chain management. Berangkat dari definisi SCM kita dapat mengerti bahwa SCM coba memberikan nilai tambah pada rangkaian proses bisnis dari hulu (pengadaan) sampai hilir (pemasaran).

Tantangan yang saya amati pada umumnya adalah pengawasan terhadap performa SCM. Ingat, pada dasarnya fungsi pengawasan SCM ini sebenarnya melekat pada level jabatan yang tinggi (diatas departemental manager). Jika kita mau iseng untuk memastikan, coba kita tanya pada seorang dengan jabatan yang cukup tinggi (diatas manajer) pada sebuah perusahaan, apa saja pekerjaan utama mereka. Bisa jadi sebenarnya mereka melakukan pengawasan SCM tanpa mengetahui SCM itu apa.

Kembali ke tantangan, yang pertama adalah ketika seseorang pada jabatan strategis tersebut harus melakukan pengawasan performa SCM, belum tentu orang tersebut bisa memperoleh indicator yang tepat. Secara teoritis banyak indicator yang dapat digunakan untuk mengukur SCM (metode yang terkenal disebut SCOR). Tetapi apakah semua indicator bisa langsung diaplikasikan ?
Menurut saya tidak, setiap pejabat harus bisa memutuskan indicator mana saja yang akan dia gunakan untuk mengukur perdorma SCM nya. Kita ingat bahwa ada beberapa fungsi pada rantai supply ini yang memiliki sifat trade-off. Oleh karena itu pemilihan indicator harus disesuaikan dengan strategi / kebijakan perusahaan. Setelah indicator ditentukan, yang dicari dan diawasi adalah titik optimal sinkronisasi antara mata rantai sehingga membentuk satu rantai yang dibutuhkan.

Tantangan yang kedua adalah pejabat operational pada level yang tinggi biasanya memiliki kesibukan untuk urusan strategis. Mereka akan berdiskusi mengenai hal yang sifatnya visioner, project-project besar, deal-deal dengan nilai besar  sampai dengan jadwal interview. Lantas siapakah yang mengawasi performa SCM ?  Bisa jadi keadaan ini menghabiskan lebih banyak waktu sehingga pengawasan SCM menjadi tertinggal, akhirnya terjebak pada keadaan dimana semua indicator semua departemen sudah memberikan nilai yang baik.

Untuk menghadapi hal seperti diatas, maka beberapa manufacture membentuk satu tim khusus. Tim ini bisa jadi berupa satu departemen tersendiri atau cukup sebagai kumpulan beberapa specialis (professional). Yes ! Pembetukan tim/departemen SCM akan sangat membantu pengawasan SCM ketika pejabat yang seharusnya memiliki fungsi pengawasan SCM sudah overload.  Team ini akan terus memantau performa SCM, menjadi katalisator antara departemen yang bersifat trade-off, dan memberikan saran bagi pejabat strategis. Atau bisa jadi sebaliknya, ketika arah kebijakan dirubah oleh para pejabat, maka tim SCM perlu menyesuaikan indicator dan  membantu menerjemahkan bahasa kebijakan menjadi bahasa bisnis proses. Jadi semakin terlihat jelas kan, mengapa ada yang menyebut bahwa kompetisi antar perusahaan tidak lagi sekedar marketing competition, tetapi sebenarnya adalah supply chain competition. Yap benar!  kebijakan pada level “mau dibawa kemana” akan mempengaruhi strategi SCM yang diterapkan.

@pararamparam

Tebet - 2014

Senin, 07 Juli 2014

SCM : Mengapa Keberadaannya Disebut Strategis

"Jangankan melihat nilai indikator departemen lain, terkadang mereka tidak mengerti nilai indikator yang harus dicapai di departemennya." @pararamparam

Supply Chain Management atau biasa disebut dengan SCM merupakan sebuah pendekatan baru dalam hal manajemen. Awalnya setiap kita akrab dengan kata manajemen, sebuah pendekatan dalam mengatur sesuatu. Seiring berjalannya waktu keilmuan manajemen ini terus berkembang. Setiap profesional mengembangkan pendekatan ini menggunakan keilmuan / kebidangan mereka sehingga muncul manajemen keuangan, manajemen sumber daya, manajemen resiko, manajemen proyek, dan lain sebagainya sampai muncul manajemen rantai pasok (scm).
Siapakah yang paling bertanggungjawab? Ya, benar jawabannya adalah revolusi industri.
Seiring dengan kemunculan industri maka semakin banyak hal yang harus dikelola. Awalnya hanya berangkat dari pengelolaan sederhana, perencanaan, kualitas, target dan terus berkembang untuk mencapai 'kenyamanan kerja'.  Yes to kenyamanan kerja! Ketika anda belum merasa nyaman dalam melakukan pekerjaan anda, maka anda belum menemukan manajemen kerja yang baik. Mengerti apa yang menjadi tujuan, apa yang harus dilakukan, dan bagaimana mengawasinya adalah sebuah prinsip dasar mendapatkan 'kenyamanan kerja'. Begitupula dengan manajemen rantai pasok, sangat jelas bahwa pelaku dalam industri manufakturlah yang berperan memunculkan pendekatan ini demi mencapai kenyaman kerja dalam bidang kesinambungan.



Lalu siapakah awalnya yang dapat melakukan pendekatan ini di dalam manufaktur? 
Jika kita telusuri perjalanan dari manajemen rantai pasok maka kita akan melihat bahwa pendekatan ini membahas topik yang luas, dari awal sampai akhir. Dari A sampai dengan Z namun terkadang beberapa tidak memberikan detail dari masing-masing hal tersebut. Maka seseorang yang mulanya mengamati hal ini pastilah melakukan banyak pekerjaan, atau menerima laporan dari banyak pihak. Saya lebih cenderung menerima laporan dari banyak pihak, sehingga dapat melihat dari sudut pandang yang lebih tinggi dan merasa perlu membuat kenyamanan kerja bagi dirinya.

Mari kita bahas lebih detail ilustrasi diatas.
Pada sebuah manufaktur umunya terdapat beberapa departemen yang sudah memiliki perannya masing-masing. Katakanlah departemen warehouse memiliki peran untuk mengamannkan persediaan dan mengusahakan supaya biaya yang timbul didalamnya efisien. Kemudian departemen produksi juga memiliki peran untuk memaksimalkan semua resources yang digunakan, waste itu haram hukumnya. Tidak mau kalah juga departemen pengadaan, banyak vendor dan belanja yang murah akan meningkatkan nilai mereka. Saya yakin bahwa pada kenyataannya mereka akan berusaha semaksimal mungkin mengejar tujuan mereka masing-masing. Seorang Manajer di masing-masing departemen ini akan sibuk memutar dan mengatur strategi, belum lagi memikirkan tentang development tim yang dipimpinnya, mereka berusaha mengejar nilai performance terbaik tanpa mereka menyempatkan diri untuk melihat nilai performance departemen lainnya. 
Bagaimana dengan level anggota tim / staff ? Jangankan melihat nilai indikator departemen lain, terkadang mereka tidak mengerti nilai indikator yang harus dicapai di departemennya. Hal ini bisa terjadi karena departemen yang terlalu luas, ataupun beban kerja yang terlalu banyak secara kuantitas, bukan kualitas. Jadi jelas terlihat bahwa pendekatan rantai pasok ini dilakukan oleh pihak yang dapat menerima laporan dari para manajer.

Melihat setiap departemen mencapai nilai indikator yang maksimal akan membanggakan, tetapi apakah itu mungkin terjadi ? dan apakah itu menguntungkan bagi perusahaan?
Faktanya tidak jarang bagusnya nilai indikator salah satu departemen menyebabkan jeleknya nilai indikator departemen lainnya. Contoh, departemen produksi bersama kualitas ingin menciptakan produk 100% tanpa cela. Tapi hal ini membutuhkan adanya bahan baku yang bermutu tinggi, mesin proses yang baik, dan sistem inspeksi yang ketat. Seandainya ini dilakukan, maka departemen pengadaan akan mengalami beban nilai belanja yang membengkak dan departemen pemasaran akan kehilangan pelanggan karena menunggu waktu inspeksi selesai.
Disinilah tugas seorang leader untuk melakukan penyelarasan. Seorang leader dengan posisi strategis, yang menerima laporan dari beberapa departemen akan mampu melihat peran setiap departemen dan menentukan arah setiap departemen sehingga diperoleh nilai optimal. Disinilah arah kebijakan perusahaan digunakan sebagai dasar untuk melakukan penyelarasan.

Jadi jika kita banyak membaca dan mendengar bahwa SCM atau Manajemen Rantai Pasok itu merupakan keilmuwan yang sifatnya strategis maka kita sudah tahu dan mengerti. Bahwa pendekatan ilmu manajemen ini memang digunakan untuk leader yang posisinya strategis yang dapat melihat sebuah proses bisnis secara menyeluruh dan tentu saja keputusan yang diambilnya akan dapat memberikan dampak signifikan bagi perusahaan.
Bagi anda yang belum memiliki posisi strategis tetapi sedang belajar atau memilih untuk mendalami pendekatan rantai pasok, saya ucapkan selamat ! 
Anda sedang mengasah diri anda untuk dapat memperoleh sudut pandang yang lebih tinggi dari saat ini. Banyak kasus yang dapat dicari dan diselesaikan, dan tentu saja pendekatan keilmuwan ini masih terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, menguatnya daya beli, iklim investasi, dan lain sebagainya.

@pararamparam

KA Taksaka Malam Yk-Jkt  - 2014

Jumat, 04 Juli 2014

Form A5 Piplres 2014 - Bumerang dalam mudahnya

“Hanya dengan modal fotokopi KTP, datang ke kantor kelurahan tujuan, maka Form A5 sudah di tangan, mudah kan ?.” - @pararamparam

Beberapa waktu yang lalu saya  mengikuti prosedur pembuatan Formulir A5. Intinya form ini merupakan bukti bahwa kita sudah mencabut nama kita dari daftar pemilih di tempat asal, yang kemudian nanti kita perlu daftarkan di tempat pemilihan yang baru, jadi tiket untuk kita bisa nyoblos di TPS baru.
Awalnya Form A5 hanya bisa diminta di daerah pemilih awal (tempat dimana kita terdaftar). Tetapi semakin mendekati pemilu, mekanisme ini dipermudah. Kita bisa minta form A5 di kantor kelurahan tempat kita akan mencoblos.

Hanya dengan modal fotokopi KTP, datang ke kantor kelurahan tujuan, maka Form A5 sudah di tangan, mudah kan ?.

Nah, disini mulai mengganjal.
Pendataan atas permintaan Formulir A5 hanya dilakukan pada kertas blangko secara manual. Copy putih disimpan pemilih, copy pink + fotokopi KTP disimpan kelurahan. Saya tidak melihat adanya aktivitas update ke system secara online, bahkan di ruangan pengurusan formulir A5 saya juga tidak melihat adanya computer. Jadi bagaimana akurasi kebutuhan surat suara bisa dihitung oleh KPU ?
Bayangkan jika tidak ada proses update ke system dan jumlah pemilih dari formulir A5 bertambah. Apakah buffer surat suara yang disediakan oleh KPU ke setiap kelurahan sudah cukup ? atau malah sisa berlebihan.
Apabila buffer yang disediakan masih bersisa di setiap TPS, dan dikombinasikan dengan mudahnya meminta formulir A5 maka peluang sisa buffer surat suara disalahgunakan itu terlalu besar.  Toh kita bisa saja pinjam fotokopi KTP dari kelurahan lain untuk didaftarkan di kelurahan kita. Akan lebih memprihatinkan bila proses verifikasi copy pink formulir A5 kedalam system dilakukan tetapi setelah proses pemilihan selesai. Jika hasilnya banyak peminta formulir A5 ganda, apakah kesimpulannya bisa menggagalkan hasil rekapitulasi suara ?

Semoga ini hanya kekhawatiran karena kurang turu saja. Sejatinya setiap kemudahan ataupun kepraktisan dalam sebuah proses harus di barengi dengan system keamanan yang lebih kuat. Tantangannya memang masih sama, yaitu menciptakan system yang aman tetapi tetap memudahkan proses yang sedang berjalan. Disitulah seni nya, di situlah sentuhan anda sebagai profesional diperlukan. Melihat proses dan melihat actor-aktor yang bisa dimodifikasi di dalamnya.

@pararamparam

Tebet -2014

Kamis, 03 Juli 2014

BULOG (BUffer stock LOGistic) atau PT BULOG INDONESIA (BUMN) ?

“Jangankan buffer stock, yang namanya stock (persediaan) itu saja sudah jadi biaya. Apalagi buffer stock, alias stock cadangan” - @paramamparam

Mengapa Bulog ? karena teman saya yang komen di Facebook tadi kerjanya di Bulog. Dan tetiba saya terpikir sebenarnya Bulog itu fungsinya apa sih? Fungsinya adalah menjaga kestabilan harga beras di pasar. Caranya dengan prinsip Supply-Demand ekonomi. Ketika supply beras melebihi permintaan beras di pasaran, maka harga beras akan turun menyesuaikan daya beli rakyat, ataupun sebaliknya. Sehingga perut rakyat ini tetap terisi kenyang dan ga marah tuntut demo sana sini.

Jadi sebenarnya Bulog itu Buffer Stock. Setuju ?
Buffer stock beras yang sengaja disediakan pemerintah, yang kemudian di deliver ke pasar pada saat harga beras perlu di tentramkan. Di sini yang mengganjal, dari teori logistic mana saja yang namanya buffer stock itu semakin kecil semakin bagus. Jangankan buffer stock, yang namanya stock atau persediaan itu saja sudah jadi biaya. Apalagi buffer stock, alias stock cadangan untuk stock utama. Misalnya kita mau nikah, undangan 100 orang, pesen makan apa ya 100 orang ? pasti lebih dan lebihnya itu berarti biaya tambahan. Belum lagi masalah quality control si buffer stock ini, bisa jadi isu panjang lainnya gan.

Nah, pertanyaannya adalah apakah sangat susah menghitung perkiraan demand beras ? Sehingga perlu didirakan sebuah lembaga yang begitu besar dari sabang sampai merauke, yang isinya adalah menjaga buffer stock. Begitu banyaknya buffer stock beras kita ini.
Kalau memang supply beras itu masih kurang, kenapa solusi yang dibuat pemerintah bukan membuat BUMN atau BUMD yang menjadi pemain pasar ? Misal bikin PT BULOG Indonesia, biar ga kalah sama Garuda Indonesia. Perbandingannya di benak saya :
BULOG = Maintain buffer stock = Biaya
PT BULOG Indonesia (BUMN) = Usaha Beras Milik Negara = Profit

Yah tulisan ini hanya berawal dari sensitifias Buffer Stock yang berlebih dengan bekal teori #Logistic dan #supplychain.  Bagi saya akan lebih bemanfaat kalau BULOG yang sekarang fungsinya ditambah, bukan sekedar penjaga buffer stock, tetapi juga berperan sebagai pemain pasar, misalnya menjadi PT BULOG Indonesia (BUMN). Toh kalau pasar perlu di tambahin supply beras, pemerintah tinggal bayar ke PT BULOG , sehingga PT BULOG bisa sesekali jual beras Diskon dengan kualitas OK.
 Kalau saat harga beras di pasar tidak perlu di control alias sedang stabil, ya PT BULOG Indonesia jual dengan harga normal saja, jadi untung kan. Bangsa Untung, Kita Untung !

@pararamparam

Tebet - 2014