Selasa, 08 Juli 2014

Manufacture SCM : Tantangan Umum

"Mereka akan berdiskusi mengenai hal yang sifatnya visioner, project-project besar, deal-deal dengan nilai besar  sampai dengan jadwal interview. Lantas siapakah yang mengawasi performa SCM ? " @pararamparam

Pada artikel sebelumnya saya coba mengemukakan posisi SCM dalam sebuah unit bisnis, terutama mengapa SCM disebut sebagai pendekatan yang strategis. Kali ini saya akan berbagi pengalaman saya di manufacture dan cerita dari beberapa rekan mengenai proses supply chain management. Berangkat dari definisi SCM kita dapat mengerti bahwa SCM coba memberikan nilai tambah pada rangkaian proses bisnis dari hulu (pengadaan) sampai hilir (pemasaran).

Tantangan yang saya amati pada umumnya adalah pengawasan terhadap performa SCM. Ingat, pada dasarnya fungsi pengawasan SCM ini sebenarnya melekat pada level jabatan yang tinggi (diatas departemental manager). Jika kita mau iseng untuk memastikan, coba kita tanya pada seorang dengan jabatan yang cukup tinggi (diatas manajer) pada sebuah perusahaan, apa saja pekerjaan utama mereka. Bisa jadi sebenarnya mereka melakukan pengawasan SCM tanpa mengetahui SCM itu apa.

Kembali ke tantangan, yang pertama adalah ketika seseorang pada jabatan strategis tersebut harus melakukan pengawasan performa SCM, belum tentu orang tersebut bisa memperoleh indicator yang tepat. Secara teoritis banyak indicator yang dapat digunakan untuk mengukur SCM (metode yang terkenal disebut SCOR). Tetapi apakah semua indicator bisa langsung diaplikasikan ?
Menurut saya tidak, setiap pejabat harus bisa memutuskan indicator mana saja yang akan dia gunakan untuk mengukur perdorma SCM nya. Kita ingat bahwa ada beberapa fungsi pada rantai supply ini yang memiliki sifat trade-off. Oleh karena itu pemilihan indicator harus disesuaikan dengan strategi / kebijakan perusahaan. Setelah indicator ditentukan, yang dicari dan diawasi adalah titik optimal sinkronisasi antara mata rantai sehingga membentuk satu rantai yang dibutuhkan.

Tantangan yang kedua adalah pejabat operational pada level yang tinggi biasanya memiliki kesibukan untuk urusan strategis. Mereka akan berdiskusi mengenai hal yang sifatnya visioner, project-project besar, deal-deal dengan nilai besar  sampai dengan jadwal interview. Lantas siapakah yang mengawasi performa SCM ?  Bisa jadi keadaan ini menghabiskan lebih banyak waktu sehingga pengawasan SCM menjadi tertinggal, akhirnya terjebak pada keadaan dimana semua indicator semua departemen sudah memberikan nilai yang baik.

Untuk menghadapi hal seperti diatas, maka beberapa manufacture membentuk satu tim khusus. Tim ini bisa jadi berupa satu departemen tersendiri atau cukup sebagai kumpulan beberapa specialis (professional). Yes ! Pembetukan tim/departemen SCM akan sangat membantu pengawasan SCM ketika pejabat yang seharusnya memiliki fungsi pengawasan SCM sudah overload.  Team ini akan terus memantau performa SCM, menjadi katalisator antara departemen yang bersifat trade-off, dan memberikan saran bagi pejabat strategis. Atau bisa jadi sebaliknya, ketika arah kebijakan dirubah oleh para pejabat, maka tim SCM perlu menyesuaikan indicator dan  membantu menerjemahkan bahasa kebijakan menjadi bahasa bisnis proses. Jadi semakin terlihat jelas kan, mengapa ada yang menyebut bahwa kompetisi antar perusahaan tidak lagi sekedar marketing competition, tetapi sebenarnya adalah supply chain competition. Yap benar!  kebijakan pada level “mau dibawa kemana” akan mempengaruhi strategi SCM yang diterapkan.

@pararamparam

Tebet - 2014

0 comments:

Posting Komentar