"Mereka akan berdiskusi mengenai hal yang sifatnya visioner, project-project besar, deal-deal dengan nilai besar sampai dengan jadwal interview. Lantas siapakah yang mengawasi performa SCM ? " @pararamparam
Pada artikel sebelumnya saya coba mengemukakan posisi SCM dalam sebuah
unit bisnis, terutama mengapa SCM disebut sebagai pendekatan yang strategis. Kali
ini saya akan berbagi pengalaman saya di manufacture dan cerita dari beberapa
rekan mengenai proses supply chain management. Berangkat dari definisi SCM kita
dapat mengerti bahwa SCM coba memberikan nilai tambah pada rangkaian proses
bisnis dari hulu (pengadaan) sampai hilir (pemasaran).
Tantangan yang saya amati pada umumnya adalah pengawasan terhadap performa
SCM. Ingat, pada dasarnya fungsi pengawasan SCM ini sebenarnya melekat pada
level jabatan yang tinggi (diatas departemental manager). Jika kita mau iseng
untuk memastikan, coba kita tanya pada seorang dengan jabatan yang cukup tinggi
(diatas manajer) pada sebuah perusahaan, apa saja pekerjaan utama mereka. Bisa
jadi sebenarnya mereka melakukan pengawasan SCM tanpa mengetahui SCM itu apa.
Kembali ke tantangan, yang pertama adalah ketika seseorang pada
jabatan strategis tersebut harus melakukan pengawasan performa SCM, belum tentu
orang tersebut bisa memperoleh indicator yang tepat. Secara teoritis banyak indicator
yang dapat digunakan untuk mengukur SCM (metode yang terkenal disebut SCOR).
Tetapi apakah semua indicator bisa langsung diaplikasikan ?
Menurut saya tidak, setiap pejabat harus bisa memutuskan indicator
mana saja yang akan dia gunakan untuk mengukur perdorma SCM nya. Kita ingat
bahwa ada beberapa fungsi pada rantai supply ini yang memiliki sifat trade-off. Oleh karena itu pemilihan indicator
harus disesuaikan dengan strategi / kebijakan perusahaan. Setelah indicator ditentukan,
yang dicari dan diawasi adalah titik optimal sinkronisasi antara mata rantai
sehingga membentuk satu rantai yang dibutuhkan.
Tantangan yang kedua adalah pejabat operational pada level yang tinggi
biasanya memiliki kesibukan untuk urusan strategis. Mereka akan berdiskusi
mengenai hal yang sifatnya visioner, project-project besar, deal-deal dengan
nilai besar sampai dengan jadwal interview.
Lantas siapakah yang mengawasi performa SCM ? Bisa jadi keadaan ini menghabiskan lebih
banyak waktu sehingga pengawasan SCM menjadi tertinggal, akhirnya terjebak pada
keadaan dimana semua indicator semua departemen sudah memberikan nilai yang
baik.
Untuk menghadapi hal seperti diatas, maka
beberapa manufacture membentuk satu tim khusus. Tim ini bisa jadi berupa satu
departemen tersendiri atau cukup sebagai kumpulan beberapa specialis (professional).
Yes ! Pembetukan tim/departemen SCM akan sangat membantu pengawasan SCM ketika
pejabat yang seharusnya memiliki fungsi pengawasan SCM sudah overload. Team ini akan terus memantau performa SCM,
menjadi katalisator antara departemen yang bersifat trade-off, dan memberikan
saran bagi pejabat strategis. Atau bisa jadi sebaliknya, ketika arah kebijakan
dirubah oleh para pejabat, maka tim SCM perlu menyesuaikan indicator dan membantu menerjemahkan bahasa kebijakan
menjadi bahasa bisnis proses. Jadi semakin terlihat jelas kan, mengapa ada yang
menyebut bahwa kompetisi antar perusahaan tidak lagi sekedar marketing
competition, tetapi sebenarnya adalah supply chain competition. Yap benar! kebijakan pada level “mau dibawa kemana” akan
mempengaruhi strategi SCM yang diterapkan.
@pararamparam
Tebet - 2014
0 comments:
Posting Komentar